Review Film: The Kid Who Would Be King, Petualangan yang Menghibur
Film Hollywood bertema petualangan seolah tidak pernah ada habisnya. Terbaru, The Kid Who Would Be King akan segera tayang di bioskop pada hari rabu besok, 23 Januari 2019. Sebelum kamu menonton filmnya di bioskop, berikut review The Kid Who Would Be King dari BookMyShow.
Keusilan
Lance (Tom Taylor) dan Kaye (Rhianna Dorris) selalu menjengkelkan.
Tidak terkecuali Alex (Louis Ashbourne Serkis), yang mendapati
sahabatnya Bedders (Dean Chaumoo) mendapatkan persekusi dari Lance dan
Kaye.
Gerah dengan keadaan tersebut,
Alex kemudian berusaha menantang Lance dan Kaye. Namun, apa daya, Alex
yang kecil, kalah dan terjerembab di sebuah bangunan yang sedang
direkonstruksi. Namun, di satu sisi, Alex beruntung menemukan sebilah
pedang yang tertancap di fondasi bangunan.
Penasaran,
Alex kemudian berusaha mencari tahu pedang tersebut. Bersama Bedders,
mereka berusaha mencari makna dari kata-kata yang terukir pada
bagian-bagian pedang tersebut. Terkejut, tentu saja. Kedua bocah ini
tidak percaya, bahwa pedang tersebut adalah milik mendiang King Arthur,
Raja yang pernah menyatukan kerajaan-kerajaan dari Inggris.
Lebih
tidak percayanya lagi, Alex dan Bedders harus bertemu dengan Merlin,
sang penyihir dan Morgana, saudara tiri King Arthur yang bangkit dari
neraka. Konyolnya lagi, Alex dan Bedders harus bekerjasama dengan Lance
dan Kanye karena Inggris di masa modern sedang terancam dengan kehadiran
Morgana.
Bisakah Alex menyelesaikan
semua permasalahan ini? Apakah mengembalikan pedang yang sudah tertancap
tadi bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi seorang bocah? Semua
petualangan Alex akan disajikan melalui film The Kid Who Would Be King yang menghibur.
Klise, Namun Menghibur
Seperti halnya film petualangan yang melibatkan atau mengisahkan bocah-bocah, The Kid Who Would Be King
memiliki jalan cerita yang klise. Mulai dari persahabatan, konflik
keluarga hingga misi yang tidak masuk akal harus mereka lewati. Semua
paparan cerita ini disajikan dengan baik dan detil oleh sutradara Joe
Cornish.
Berbagai permasalahan yang
dihadapi Alex sebagai pemeran utama dibahas secara detil. Termasuk
ketika Alex bertualang dengan teman-temannya, Lance dan Kaye hingga
penyihir jenaka yang harus menggunakan nama samaran “Mertin”. Namun, apa
yang disajikan film ini sebenarnya cukup klise.
Petualangan,
dengan menyematkan semangat persahabatan dan menjadi seorang pemimpin
adalah cerita klise yang mungkin saja kamu temukan di film-film
petualangan lainnya. Salah satu daya tarik The King Who Would Be King adalah bagaimana sejarah Britania Raya ribuan tahun lalu yang dikemas dengan gaya kekinian.
Hiburan ini yang akan kamu dapatkan di sepanjang film. Lihat saja bagaimana anak-anak masa kini yang masih menggunakan gadget
mereka, namun tetap memiliki kebiasaan membaca yang kuat. Fantasi ini
yang kemudian diadaptasi dengan sangat menghibur. Bagaimana sekelompok
bocah harus bertualang melewati sebuah dunia sihir, berpetualangan
melawan mayat hidup hingga menunggang kuda dengan baju perisai ala
tentara di abad ke 5.
Ditambah lagi,
“Mertin” (Angus Imrie) memainkan gaya yang sangat jenaka di film ini.
Gerakan-gerakan tipuannya terkesan tidak masuk akal, namun tetap mampu
membuat gelak tawa. Belum lagi, karakter Bedders yang sebenarnya sangat
cupu, namun mampu membuat penonton menjadi tertawa.
Masih
ada lagi! Dunia fantasi dengan menempatkan Morgana (Rebecca Ferguson)
sebagai sosok yang jahat berhasil divisualisasikan dengan baik. Bersama
pasukan mayat hidupnya, Morgana menambah keseruan petualangan Alex dan
kawan-kawan di sepanjang film.
Namun,
film ini masih membutuhkan beberapa perbaikan. Beberapa candaan yang
lahir dalam dialog-dialog terkesan garing. Mungkin saja karena film ini
memang sepenuhnya merujuk pada gaya komedi satir Inggris yang kadang
tidak dimengerti oleh semua orang.
Sangat “British”
Secara
keseluruhan, mulai dari sutradara hingga pemerannya rata-rata berasal
dari Inggris. Mulai dari kisah cerita masa lalu hingga kehidupan Inggris
di masa kini, dan tentu saja aksen “British” yang terkesan elegan bisa
kamu saksikan di film ini. Buat kamu yang ingin menyaksikan film dengan
dialog-dialog “British”, The Kid Who Would Be King adalah rekomendasi yang tepat.
Tidak
hanya itu, film ini juga menggambarkan beberapa kebudayaan Inggris yang
cukup terasa. Sebuah meja bundar, teh, dan beberapa camilan yang
menjadi kebiasaan orang Inggris juga ditampilkan di dalam film ini.
Secara tidak langsung, gambaran ini diselipkan dalam kisah “kesatria
meja bundar” persis seperti apa yang pernah dilakukan King Arthur ketika
merangkul lawan-lawannya untuk berdiskusi dan menyampaikan gagasannya
di masa lalu.
Satu lagi, satu pulau di Inggris yang konon kabarnya
punya nilai sejarah juga ditampilkan di dalam film ini. Benar-benar
menggambarkan Inggris yang berbeda dengan hingar-bingar London,
Manchester, atau kota-kota besar lainnya.
Menonton bersama
keluarga, tentunya adalah pilihan yang sangat tepat. Tayang mulai
datanggal 23 Januari 2019, kamu bisa pesan tiket bioskopnya di situs
atau aplikasi BookMyShow yang tersedia gratis untuk pengguna Android dan
iOS.
No comments:
Post a Comment