Friday, November 1, 2019

THe kid who would be King

Review Film: The Kid Who Would Be King, Petualangan yang Menghibur

review-film-kid-who-would-be-king-petualangan-yang-menghibur
Film Hollywood bertema petualangan seolah tidak pernah ada habisnya. Terbaru, The Kid Who Would Be King akan segera tayang di bioskop pada hari rabu besok, 23 Januari 2019. Sebelum kamu menonton filmnya di bioskop, berikut review The Kid Who Would Be King dari BookMyShow.
Keusilan Lance (Tom Taylor) dan Kaye (Rhianna Dorris) selalu menjengkelkan. Tidak terkecuali Alex (Louis Ashbourne Serkis), yang mendapati sahabatnya Bedders (Dean Chaumoo) mendapatkan persekusi dari Lance dan Kaye.
Gerah dengan keadaan tersebut, Alex kemudian berusaha menantang Lance dan Kaye. Namun, apa daya, Alex yang kecil, kalah dan terjerembab di sebuah bangunan yang sedang direkonstruksi. Namun, di satu sisi, Alex beruntung menemukan sebilah pedang yang tertancap di fondasi bangunan.
Penasaran, Alex kemudian berusaha mencari tahu pedang tersebut. Bersama Bedders, mereka berusaha mencari makna dari kata-kata yang terukir pada bagian-bagian pedang tersebut. Terkejut, tentu saja. Kedua bocah ini tidak percaya, bahwa pedang tersebut adalah milik mendiang King Arthur, Raja yang pernah menyatukan kerajaan-kerajaan dari Inggris.
Lebih tidak percayanya lagi, Alex dan Bedders harus bertemu dengan Merlin, sang penyihir dan Morgana, saudara tiri King Arthur yang bangkit dari neraka. Konyolnya lagi, Alex dan Bedders harus bekerjasama dengan Lance dan Kanye karena Inggris di masa modern sedang terancam dengan kehadiran Morgana.
Bisakah Alex menyelesaikan semua permasalahan ini? Apakah mengembalikan pedang yang sudah tertancap tadi bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi seorang bocah? Semua petualangan Alex akan disajikan melalui film The Kid Who Would Be King yang menghibur.

Klise, Namun Menghibur

review-film-the-kid-who-would-be-king-petualangan-yang-menghibur
Sumber: 20th Fox Century
Seperti halnya film petualangan yang melibatkan atau mengisahkan bocah-bocah, The Kid Who Would Be King memiliki jalan cerita yang klise. Mulai dari persahabatan, konflik keluarga hingga misi yang tidak masuk akal harus mereka lewati. Semua paparan cerita ini disajikan dengan baik dan detil oleh sutradara Joe Cornish.
Berbagai permasalahan yang dihadapi Alex sebagai pemeran utama dibahas secara detil. Termasuk ketika Alex bertualang dengan teman-temannya, Lance dan Kaye hingga penyihir jenaka yang harus menggunakan nama samaran “Mertin”. Namun, apa yang disajikan film ini sebenarnya cukup klise.
Petualangan, dengan menyematkan semangat persahabatan dan menjadi seorang pemimpin adalah cerita klise yang mungkin saja kamu temukan di film-film petualangan lainnya. Salah satu daya tarik The King Who Would Be King adalah bagaimana sejarah Britania Raya ribuan tahun lalu yang dikemas dengan gaya kekinian.
Hiburan ini yang akan kamu dapatkan di sepanjang film. Lihat saja bagaimana anak-anak masa kini yang masih menggunakan gadget mereka, namun tetap memiliki kebiasaan membaca yang kuat. Fantasi ini yang kemudian diadaptasi dengan sangat menghibur. Bagaimana sekelompok bocah harus bertualang melewati sebuah dunia sihir, berpetualangan melawan mayat hidup hingga menunggang kuda dengan baju perisai ala tentara di abad ke 5.
Ditambah lagi, “Mertin” (Angus Imrie) memainkan gaya yang sangat jenaka di film ini. Gerakan-gerakan tipuannya terkesan tidak masuk akal, namun tetap mampu membuat gelak tawa. Belum lagi, karakter Bedders yang sebenarnya sangat cupu, namun mampu membuat penonton menjadi tertawa.
Masih ada lagi! Dunia fantasi dengan menempatkan Morgana (Rebecca Ferguson) sebagai sosok yang jahat berhasil divisualisasikan dengan baik. Bersama pasukan mayat hidupnya, Morgana menambah keseruan petualangan Alex dan kawan-kawan di sepanjang film.
Namun, film ini masih membutuhkan beberapa perbaikan. Beberapa candaan yang lahir dalam dialog-dialog terkesan garing. Mungkin saja karena film ini memang sepenuhnya merujuk pada gaya komedi satir Inggris yang kadang tidak dimengerti oleh semua orang.

Sangat “British”

review-film-kid-who-would-be-king-petualangan-yang-menghibur
Sumber: 20th Century Fox
Secara keseluruhan, mulai dari sutradara hingga pemerannya rata-rata berasal dari Inggris. Mulai dari kisah cerita masa lalu hingga kehidupan Inggris di masa kini, dan tentu saja aksen “British” yang terkesan elegan bisa kamu saksikan di film ini. Buat kamu yang ingin menyaksikan film dengan dialog-dialog “British”, The Kid Who Would Be King adalah rekomendasi yang tepat.
Tidak hanya itu, film ini juga menggambarkan beberapa kebudayaan Inggris yang cukup terasa. Sebuah meja bundar, teh, dan beberapa camilan yang menjadi kebiasaan orang Inggris juga ditampilkan di dalam film ini. Secara tidak langsung, gambaran ini diselipkan dalam kisah “kesatria meja bundar” persis seperti apa yang pernah dilakukan King Arthur ketika merangkul lawan-lawannya untuk berdiskusi dan menyampaikan gagasannya di masa lalu.
Satu lagi, satu pulau di Inggris yang konon kabarnya punya nilai sejarah juga ditampilkan di dalam film ini. Benar-benar menggambarkan Inggris yang berbeda dengan hingar-bingar London, Manchester, atau kota-kota besar lainnya.
Menonton bersama keluarga, tentunya adalah pilihan yang sangat tepat. Tayang mulai datanggal 23 Januari 2019, kamu bisa pesan tiket bioskopnya di situs atau aplikasi BookMyShow yang tersedia gratis untuk pengguna Android dan iOS.

No comments:

Post a Comment