Review: Jurassic World (2015)
United States | Action & Adventure, Mystery & Suspense, Sci-Fi
& Fantasy | PG-13 | Directed by: Colin Trevorrow | Based on:
characters created by Michael Crichton | Written by: Rick Jaffa, Amanda
Silver, Derek Connolly, Colin Trevorrow | Cast: Chris Pratt, Bryce
Dallas Howard, Vincent D'Onofrio, Ty Simpkins, Nick Robinson, Omar Sy,
B. D. Wong, Irrfan Khan | English | Run time: 123 minutes
Sinopsis:
Lagi-lagi terulang kembali, sebuah theme park dinosaurus menjadi
kacau balau setelah salah satu dinosaurus paling berbahaya kabur dan
kini memangsa apapun yang ada di hadapannya.
Review:
Di hati saya yang masih bocah ini, Jurassic Park (1993) berada di posisi yang amat spesial. Film yang digarap oleh Steven Spielberg itu adalah film pertama, sejauh ingatan, yang memperkenalkan saya dengan konsep kasat mata namun dapat dirasa yang bernama "the magic of cinema". Melihat manusia dan dinosaurus jalan bersebelahan diiringi musik gubahan John Williams merupakan suatu momen yang mampu membuat diri kecil saya kagum, hingga kini mungkin. Lalu, momen "sakral" tersebut kemudian dirusak oleh video ini, canda.
Kesuksesan film tersebut kemudian melahirkan dua sequel yang... meh. Jurassic World adalah merupakan upaya pembaharuan franchise ini. Upaya yang sudah lama terseok-seok di development hell, layaknya Mad Max: Fury Road (George Miller, 2015). Untuk installment keempatnya, kursi sutradara tidak diduduki oleh Spielberg, dirinya berperan sebagai executive producer. Film ini digarap oleh sutradara "hijau" Colin Trevorrow. Film ini praktis menjadi film feature keduanya setelah sebelumnya menyutradarai film indie penuh daya tarik berjudul Safety Not Guaranteed (2012). Untuk naskah film ditulis borongan oleh Trevorrow bersama Rick Jaffa, Amanda Silver, dan Derek Connolly. Sebagai catatan film ini mengabaikan cerita yang terjadi di film The Lost World (1997) dan Jurassic Park III (2001) demi adanya ruang nafas bercerita yang lebih lapang. Penganuliran sequel yang kini menjadi sebuah tren, seperti sequel Alien yang dalam penggarapan Neill Blomkamp atau X-Men: Days of Future Past (2014) yang seolah menganulir kegagalan The Last Stand (2006).
Film ini dibuka dengan gambar telur dinosaurus yang menetas. Suasana yang entah mengapa serasa seperti melihat telur face-hugger. Mungkin karena adanya iringan musik yang tanpa basa-basi sudah membangun atmosfir tegang yang ngeri-ngeri sedap. Dari konsep cerita, antara Jurassic World dengan Jurassic Park tidaklah jauh berbeda. Nyaris tidak ada yang baru, seakan film ini mengulang apa yang terjadi di Jurassic Park. Masih bertemakan "mankind's attempt to control nature" dimana pepatah "... your scientists were so preoccupied with whether or not they could that they didn't stop to think if they should," masih terasa valid. Kemudian untuk konflik dari Jurassic World dapat diringkas secara manis menjadi, "they never learn." Ya, memang mereka tidak pernah belajar.
Di hati saya yang masih bocah ini, Jurassic Park (1993) berada di posisi yang amat spesial. Film yang digarap oleh Steven Spielberg itu adalah film pertama, sejauh ingatan, yang memperkenalkan saya dengan konsep kasat mata namun dapat dirasa yang bernama "the magic of cinema". Melihat manusia dan dinosaurus jalan bersebelahan diiringi musik gubahan John Williams merupakan suatu momen yang mampu membuat diri kecil saya kagum, hingga kini mungkin. Lalu, momen "sakral" tersebut kemudian dirusak oleh video ini, canda.
Kesuksesan film tersebut kemudian melahirkan dua sequel yang... meh. Jurassic World adalah merupakan upaya pembaharuan franchise ini. Upaya yang sudah lama terseok-seok di development hell, layaknya Mad Max: Fury Road (George Miller, 2015). Untuk installment keempatnya, kursi sutradara tidak diduduki oleh Spielberg, dirinya berperan sebagai executive producer. Film ini digarap oleh sutradara "hijau" Colin Trevorrow. Film ini praktis menjadi film feature keduanya setelah sebelumnya menyutradarai film indie penuh daya tarik berjudul Safety Not Guaranteed (2012). Untuk naskah film ditulis borongan oleh Trevorrow bersama Rick Jaffa, Amanda Silver, dan Derek Connolly. Sebagai catatan film ini mengabaikan cerita yang terjadi di film The Lost World (1997) dan Jurassic Park III (2001) demi adanya ruang nafas bercerita yang lebih lapang. Penganuliran sequel yang kini menjadi sebuah tren, seperti sequel Alien yang dalam penggarapan Neill Blomkamp atau X-Men: Days of Future Past (2014) yang seolah menganulir kegagalan The Last Stand (2006).
Film ini dibuka dengan gambar telur dinosaurus yang menetas. Suasana yang entah mengapa serasa seperti melihat telur face-hugger. Mungkin karena adanya iringan musik yang tanpa basa-basi sudah membangun atmosfir tegang yang ngeri-ngeri sedap. Dari konsep cerita, antara Jurassic World dengan Jurassic Park tidaklah jauh berbeda. Nyaris tidak ada yang baru, seakan film ini mengulang apa yang terjadi di Jurassic Park. Masih bertemakan "mankind's attempt to control nature" dimana pepatah "... your scientists were so preoccupied with whether or not they could that they didn't stop to think if they should," masih terasa valid. Kemudian untuk konflik dari Jurassic World dapat diringkas secara manis menjadi, "they never learn." Ya, memang mereka tidak pernah belajar.
Setelah duapuluh dua tahun semenjak kejadian di film pertama, kita
diajak kembali ke pulau Isla Nublar. Di pulau tersebut terdapat Jurassic
World, sebuah theme park dinosaurus yang merupakan kelanjutan
dari Jurassic Park. Berbeda dengan taman sebelumnya, Jurassic World
sudah beroperasi dan dibuka untuk umum. Taman yang riuh ramai dan
disesaki product placement. Zach (Ty Simpkins) dan Gray (Nick Robinson) adalah dua orang saudara yang berkunjung di taman ini, tidak bersama orangtua mereka yang sedang ada urusan. Tante mereka, Claire (Bryce Dallas Howard) adalah operational manager
taman tersebut. Kedatangan mereka berdua bertepatan dengan persiapan
pembukaan aktraksi baru taman tersebut. Aktraksi yang berupa hybrid dinosaurus bernama Indominus Rex. Saat kandang Indominus diperiksa oleh pawang raptor bernama Owen Grady (Chris Pratt), dinosaurus tersebut kabur dan semakin "ramai" lah taman tersebut.
Suatu kemalangan bagi film ini yang akan selalu dibandingkan-bandingkan film pertamanya. Jurassic World memang belum bisa menyamai "feel"
dari Jurassic Park, namun bukan berarti film ini tidak memiliki taring.
Film ini sangat menghibur. Mengandalkan atmosfir horor yang membuat
tegang bukan kepalang pada paruh awalnya lalu ditutup dengan rentetan
aksi cepat nan memanjakan mata. Jurassic World juga dipenuhi dengan humor-humor menggelitik yang disampaikan oleh para tokoh film ini dengan timing yang tepat. Poin plus selanjutnya adalah banyaknya homage dan tribute kepada Jurassic Park.
Film ini layaknya sebuah wahana nostalgia. Membuat hati yang masih
bocah ini kegirangan sendiri di kursi penonton. Banyak kemunculan
unsur-unsur ikonik yang ada di film pertama. Unsur-unsur yang bagi
penggemar Jurassic Park dapat dengan mudah menyadarinya dan membuat hati gembira.
Kekurangan film ini mungkin terdapat pada minimnya inovasi. Terlalu banyak hal yang sama menyebabkan film ini terkesan seperti copy-paste. Hanya saja hal tersebut bukanlah masalah yang berarti bagi saya karena adanya banyak reference ke film pertama. Dari segi skrip, Jurassic World tidak sepintar film pertamanya. Konsep hybrid dinosaur yang terwujudkan dalam bentuk Indominus Rex pas dengan seleraku. Cukup menarik dan lebih menarik lagi jika tahu apa maksud dibalik wujud tersebut.
Namun konsep lainnya yaitu konsep "weaponized raptors" tidak semenarik
kedengarannya, justru malah membosankan. Bahkan penyampaian oleh seorang
Kingpin Vincent D'Onofrio saja tidak mampu membuat konsep tersebut seru.
Dari mayoritas media promosi Jurassic World, diperlihatkan bahwa tokoh Owen Grady yang diperankan oleh star-lord Chris Pratt akan menjadi tokoh paling menarik di film ini. Coba lihat saja kemampuannya "jaipongan" bersama Velociraptor. Wow banget.
Meski keren justru titel tokoh paling menarik tidaklah dipangku
olehnya, melainkan oleh tokoh Claire yang diperankan oleh Bryce Dallas
Howard. Tokoh ini memiliki perkembangan karakter paling mumpuni dan heroine
sesungguhnya film ini. Selain itu tokoh ini juga cukup unik, sepanjang
film ia berlarian (bahkan bisa lebih cepat dibandingkan T-Rex) dan
berjibaku di hutan dengan memakai sepatu hak tinggi. Semacam kemampuan superhuman lah itu. Lalu ada dinamika persaudaraan antara Zach dan Gray cukup memberi warna di film ini.
Could have been better? Yes. But, could have been worse? Absolutely yes! Sebagai salah satu film yang paling saya tunggu di tahun ini, saya sudah cukup bersyukur dengan hasil akhir film ini. Jurassic World sudah seperti love letter yang cukup manis kepada Jurassic Park. Penuh nostalgia yang memuaskan para fansnya. Lalu bagi yang bukan fans Jurassic Park juga masih dapat dihibur dengan ketegangan, keseruan, dan pemandangan yang oke.
Best Scene:
Kesimpulan:
Remember, if something chases you… run!
Dari segi cerita, Jurassic World tidak jauh berbeda dengan Jurassic Park. Baik dari konsep "mankind's attempt to control nature" maupun detil-detil cerita lainnya. Film ini hampir terasa seperti copy-paste, namun versi tidak pintarnya. Poin plus paling besar dari film ini adalah adanya segudang homage dan tribute kepada Jurassic Park yang mampu membuat fans franchise
ini girang-girang sendiri, terjebak dalam ruang nostalgia. Selain itu
film ini juga menyajikan atmosfir horor yang membuat tegang bukan
kepalang pada paruh awalnya lalu ditutup dengan rentetan aksi cepat nan
memanjakan mata.
No comments:
Post a Comment