Review: Men in Black 3
Menonton “Men in Black 3”, sama dengan plotnya yang menghadirkan time travel,
saya serasa disedot oleh portal dan kembali ke masa lalu, tepatnya 15
tahun silam, tepatnya tahun 1997, yup di tahun inilah saya
diperkenalkan—melalui media vcd—sebuah organisasi yang semua member-nya
berpakaian hitam-hitam. Awalnya saya pikir mereka sekte pemuja setan
atau grup penggemar musik black metal, ternyata organisasi rahasia ini
punya tugas untuk memonitor segala aktivitas alien di bumi,
sama seperti judul filmnya, mereka dinamakan “Men in Black” atau lebih
mudah jika disingkat “MIB” saja. Mungkin perlu diralat, saya tidak
benar-benar menontonnya di tahun 1997, saya tidak ingat tapi yang yang
jelas memang lewat vcd (bajakan) dan saya langsung jatuh cinta dengan
film ini, dengan segala pernak-pernik lucu tentang alien dan gadget-gadget
super-canggih. Yup saya menyukai “MIB”, dan saya bukan satu-satunya di
bumi yang memberikan jempol untuk Will Smith dan kawan-kawan, terbukti
film ini laris manis tidak saja dari segi komersil, perolehan box office, tetapi juga mendapat respon sangat positif dari para kritikus.
Sayang sekuelnya yang rilis di tahun
2002 tidak diperlakukan dengan baik oleh kritikus, walaupun begitu
“MIB2” tetap sukses mengantongi banyak uang, mungkin dibantu dengan
neuralyzer. Saya tentu masih suka dengan sekuel tersebut, walau seingat
saya, dulu ketika nonton saya ketiduran. Franchise “MIB” bisa
dibilang masih berada di zona menyenangkan, masih menguntungkan dan di
akhir sekuelnya ada petunjuk jika “MIB” mungkin saja akan melanjutkan
aksinya. Dunia “MIB” memang bisa diperlebar lagi lewat sekuel-sekuel
berikutnya, tapi tidak disangka butuh 10 tahun bagi “MIB” untuk kembali
beraksi di film ketiga, jarak yang cukup lebar dari film keduanya.
Terpikir sekilas, apakah orang-orang masih peduli dengan “MIB” dan ulah
para alien nakal yang biasanya diplotkan untuk menghancurkan bumi. Well
jika pertanyaan tersebut ditunjukkan pada saya, jawabannya sederhana,
saya peduli dan penasaran sejauh apa Barry Sonnenfeld mampu membawa
“MIB” ke level yang lebih menarik dari pendahulunya, tanpa harus
terlihat memaksakan filmnya seperti yang dia lakukan di film kedua. “Men
in Black 3” ternyata tidak mengecewakan.
Di awal film saya sudah dibuat excited,
melihat alien bermuka jelek, mirip-miriplah sama si undertaker dari
acara gulat WWE, bedanya alien gondrong bernama Boris the Animal
(Jemaine Clement) ini bisa mengeluarkan semacam sumpit tajam dari
telapak tangannya, tentu saja bukan untuk makan mie ayam tapi membunuh
lawan-lawannya. Boris yang merupakan salah-satu napi di cipinang, maksud
saya penjara LunarMax yang letaknya di bulan (ngeri banget),
diceritakan berhasil melarikan diri dan berniat membunuh Agen K (Tommy
Lee Jones). Rekannya, Agen J (Will Smith) tentu saja uring-uringan
ditambah untuk menyelamatkan “K”, “J” harus melakukan perjalanan ke
masa lalu, tepatnya ke tahun 1969. Tidak saja nyawa rekannya yang jadi
pertaruhan, jika Boris tidak ditangkap, bumi bisa jadi dalam bahaya.
“MIB 3” menambahkan sesuatu yang belum pernah dilakukan di film-film
sebelumnya, yakni time travel, dan saya akui perjalanan “J” ke
tahun 60-an jelas sudah membuat film ini lebih menarik ketimbang melawan
alien di tempat yang itu-itu saja.
Sekali lagi “MIB 3” mampu memberikan kejutan, sesuatu yang melebihi ekspektasi saya dengan memasukkan unsur time travel tersebut.
Tidak saja menambahkan sisi hiburan film ini, bayangkan aksi-aksi yang
pernah ditawarkan di film sebelumnya tapi sekarang dengan latar belakang
tahun 60-an, dengan segala peralatan yang yah tetap canggih tapi terasa
old school. Sisi artistik film pun terangkat berkat keahlian departeman art-nya untuk membangun nuansa jadul dengan sangat baik, ditambah dengan tempelan-tempelan budaya yang sedang happening
dan momen historik yang kala itu benar-benar terjadi, seperti
peluncuran Apollo 11. Semua “tempelan” tersebut bekerja dengan baik
bersama alur cerita yang sedang berusaha keras untuk menampilkan hiburan
yang terbaik untuk penonton. Sayangnya Sonnenfeld tampak terlalu
memaksakan “MIB 3” untuk lebih lucu, hasilnya hanya 40 persen leluconnya
yang sukses membuat saya tertawa. Will Smith
masih tetap seperti dulu, bacotnya masing juara. Tommy Lee Jones
sekarang berbagi porsi tampil dengan Josh Brolin, yang tak saja sangat
mewakili Tommy versi muda tapi juga berakting asyik. “MIB 3” memang
diakui tak asal bercerita tapi juga memberikan warna baru pada
karakter-karakternya. Action-nya memang menghibur tapi saya pikir porsi drama yang kali lebih ditonjolkan punya tempat yang spesial di hati para penontonnya.
No comments:
Post a Comment