MIRROR MIRROR (2012)
Pada review film Snow White and the Huntsman
saya sempat menuliskan bahwa saya memilih menonton film yang dibintangi
Kristen Stewart tersebut di bioskop dan melewatkan adaptasi yang
dibintangi Lily Collins ini. Alasan saya tidak menontonnya sih yang
pertama adalah karena saat Mirror Mirror tayang di Jogja saat itu kebetulan saya sedang mengalami kesulitan uang. Kemudian ditambah dengan review
yang tidak terlalu bagus dan mengatakan bahwa kisahnya lebih condong
kearah komedi keluarga yang ringan dan tidak ada perubahan signifikan
dari kisah aslinya. Maka saya lebih memilih melewatkan film garapan
Tarsem Singh ini dengan maksud akan menontonnya di DVD dan menonton
versi Rupert Sanders di layar lebar. Tapi pada akhirnya Snow White and the Huntsman
yang lebih gelap dan lebih menonjolkan sisi aksinya justru mengecewakan
saya karena meski mampu menonjolkan visual dengan cukup baik dan
diwarnai performa bagus dari Charlize Theron film tersebut punya
kekurangan yang sangat terasa dalam naskahnya. Justru Mirror Mirror yang punya kisah jauh lebih ringan dan menonjolkan komedinya ini masih lebih menghibur.
Anggapan bahwa Mirror Mirror tidak menawarkan hal yang baru dalam
adaptasinya terhadap dongeng Puteri Salju tidaklah sepenuhnya tepat
karena ternyata terdapat beberapa perubahan baik yang cukup signifikan
sampai perubahan-perubahan kecil yang terdapat pada detilnya. Kisah
utamanya masih tidak jauh beda, yaitu tentang seorang ratu jahat (Julia
Roberts) yang mengambil alih tampuk kekuasaan sebuah kerajaan setelah
membuat sang raja "menghilang" dan mengurung puteri raja yang bernama
Snow White dan melarangnya keluar dari kamar. Hingga 10 tahun berselang
Snow White (Lily Collins) kini telah berusia 18 tahun dan masih tetap
dikurung oleh sang ratu. Sampai suatu hari Snow White nekat kabur untuk
melihat kondisi kota dan rakyatnya yang ternyata dalam kondisi amat
memprihatinkan dibawah kekuasaan sang ratu yang kejam. Pada saat dia
kabur dari istana itulah Snow White bertemu dengan Pangeran Alcott
(Armie Hammer) dari Valencia. Pertemuan pertama tersebut ternyata sudah
cukup untuk membuat keduanya saling jatuh cinta. Disisi lain justru sang
ratu berniat untuk menikahi Pangeran Alcott. Untuk itulah ia harus
menyingkirkan Snow White dan satu-satunya cara adalah dengan membunuh
sang Puteri Salju. Tapi seperti yang sudah kita tahu usaha tersebut
tidak berjalan lancar karena Snow White masih bertahan hidup di hutan
dan akhirnya bertemu dengan ketujuh kurcaci yang tinggal di hutan
tersebut sebagai bandit.
Naskah dari Mirror Mirror amatlah ringan karena memang sasarannya
adalah untuk membuat sebuah sajian komedi-fantasi yang bisa ditonton
bersama-sama seluruh anggota keluarga. Tapi walaupun sederhana ada hal
yang membuat film ini menjadi lebih enak diikuti daripada versi satunya
lagi yang lebih kearah medieval daripada kisah fairy tale. Disaat Snow White and the Huntsman memang sedari awal mencoba untuk memberikan twist dalam ceritanya dan berambisi membuat kisah Snow White yang berbeda, Mirror Mirror
tidak seperti itu. Memang ada beberapa perubahan dalam kisah dan
karakterisasinya tapi hal itu lebih kepada penyesuaian terhadap konsep
komedi yang diusung sehingga walaupun terasa ringan dan mungkin kurang
berbobot tapi jalinan ceritanya tetap enak diikuti karena hampir tidak
ada momen yang terasa dipaksakan. Komedinya sendiri memang tidak selalu
berhasil tapi cukup menghibur, apalagi ada beberapa momen dimana film
ini menjadikan ciri khas kisah Snow White sebagai bahan lelucon. Meski
begitu kisahnya sempat beberapa kali berjalan kurang rapih dan berjalan
terburu-buru. Asumsi saya hal itu dilakukan karena Tarsem Singh percaya
bahwa meski ceritanya berjalan tidak dengan rapih antar adegannya,
penonton masih bisa menangkap maksud ceritanya karena memang kisah Snow
White sudah begitu mengakar dalam diri penontonnya. Sebuah anggapan yang
benar namun alangkah lebih baiknya jika penggarapannya lebih rapi dan
tidak terlalu terlihat kesan buru-burunya.
Seperti yang telah saya sebutkan, yang berbeda dalam Mirror Mirror tidak hanya ceritanya tapi juga karakterisasi tokoh-tokohnya. Perubahan tersebut sekali lagi dilakukan untuk menyesuaikan tone
filmnya yang kental dengan unsur komedi. Yang paling terasa jelas sosok
Ratu yang disini tidak digambarkan sebagai sosok yang kejam. Masih
jahat memang, tapi kejahatannya tidaklah ditampakkan lewat jalan yang
kejam. Liaht saja jika Charlize Theron sebagai Ratu sibuk menghisap sari
gadis muda, maka versi Julia Roberts lebih sibuk mengurusi
penampilannya dengan cara merawat diri dengan ramuan hewan menjijikkan,
memakai korset super sempit hingga usahanya menikahi seorang pangeran
tampan. Dia juga bukanlah seorang ratu yang iri pada kecantikan anak
tirinya tapi lebih kepada ratu yang boros dan semena-mena hingga
terancam bangkrut. Memang ia masih berusaha membunuh Snow White tapi
sang Puteri Salju tidak diperlihatkan mendapat siksaan yang kejam juga
dari sang ibu tiri. Julia Roberts mampu tampil baik memerankan sang
ratu. Jika harus memilih saya lebih suka versi Charlize Theron, tapi
keduanya sama baiknya. Hanya saja memang pendekatan karakternya jauh
berbeda. Perbedaan juga terdapat pada karakterisasi sang pangeran. Tidak
ada Prince Charming yang keren dan romantis yang ada hanya Prince
Alcott yang meski tampan tapi seringkali terlihat bodoh dan konyol.
Sedangkan untuk tokoh Snow White sendiri saya sangat menyukai sosok Lily
Collins yang meski harus menampilkan momen komedik dan beberapa
sempilan aksi dia tetap tidak pernah kehilangan keanggunan dan
kecantikannya. Pada sosok Snow White inilah Mirror Mirror unggul telak dibanding Snow White and the Huntsman. Saya
memang mengatakan bahwa Kristen Stewart tidak buruk, tapi jika
dibandingkan dengan Lily Collins, maka aura puteri jauh lebih terpancar
dari diri Collins di momen apapun baik itu drama, aksi sampai komedi.
Aura puteri yang kuat itu jugalah yang membuat film ini tetap punya
nuansa fairy tale yang kuat meski dirombak jadi kearah komedi.
Selain itu faktor visual ala Tarsem Singh yang unik dan mencolok juga
membuat suasana dongeng tetap terasa kuat disini. Lihat bagaimana
modifikasi yang dilakukan terhadap cermin ajaib yang cukup kreatif. Film
ini juga merupakan film terakhir yang kostumnya dirancang oleh Eiko
Ishioka yang selalu jadi langganan Tarsem selama ini. Eiko meninggal
dunia dalam usia 64 tahun dua bulan sebelum filmnya rilis. Akan menarik
ditunggu siapakah yang akan merancang kostum untuk film Tarsem
berikutnya. Sedangkan untuk Mirror Mirror secara keseluruhan
tidaklah buruk meski masih punya kekurangan dalam hal penceritaannya,
tapi dibandingkan adaptasi Snow White yang satu lagi saya lebih suka Mirror Mirror yang meski mengalami modifikasi tetap tidak kehilangan nuansa fairy tale-nya,
dan lagi ada sosok Lily Collins yang begitu pas menjadi Puteri Salju
yang anggun nan lucu. Jangan lewatkan juga aksinya menyanyikan lagu "I Believe in Love" dengan gaya Bollywood yang meriah, lucu dan juga catchy.
No comments:
Post a Comment