BRAVE (2012) REVIEW
"But are you willing to pay the price your freedom will cost?" -Queen Elinor-Setelah mengecewakan para penonton dan kritikus dengan film Cars 2-nya tahun lalu, Disney-Pixar kembali berusaha membuktikan bahwa mereka masih layak memegang gelar studio animasi terbaik di dunia lewat feature film ke-13 mereka : Brave. Apakah film ini sukses mengembalikan kepercayaan para penonton terhadap Pixar, atau malah semakin memperkuat mitos angka 13?
Fortunately,
Disney-Pixar masih belum kehilangan kepiawaiannya dalam membuat film
animasi. Brave berhasil menghadirkan hampir semua yang diharapkan oleh
para penonton dan pecinta film dari film buah karya Pixar, mulai dari
graphic animasi-nya yang semakin baik dan halus, karakter yang
memorable, naskah yang solid, hingga petualangan seru dari awal sampai
akhir. Tetapi, bagi yang mengharapkan sesuatu yang inovatif dari Pixar,
anda akan kecewa pada film ini. Brave adalah contoh karya orisinil Pixar
yang lebih banyak bermain aman dengan formula film - film princess ala
Disney dengan konflik cerita yang cukup cliche, daripada mencoba untuk
menerapkan ide - ide gila seperti yang telah mereka lakukan pada film
Up, Wall-E, Ratatouille, dan Toy Story Trilogy.
Kisah
Brave ber-setting di dataran Scotland dan berfokus pada Princess Merida
(Kelly Macdonald) yang mana adalah putri pertama dari King Fergus
(Billy Connolly), pemimpin kerajaan DunBroch di Scotland. Walau memiki
status sosial yang tinggi, Merida lebih menyukai petualangan di alam
bebas dan berlatih archery daripada harus belajar tata krama, peraturan
kerajaan dan berperilaku seperti seorang putri raja seharusnya.
Suatu
hari, King Fergus dan istrinya, Queen Elinor (Emma Thompson) menebar
undangan ke ketiga kerajaan sahabat DunBroch : Dingwall, Macintosh
(untuk menghormati Steve Jobs) dan MacGuffin; di mana keempat anak
sulung dari masing - masing suku akan berkompetisi satu sama lain untuk
menjadi suami dari putri sulung Kerajaan DunBroch, yang tidak lain
adalah Merida sendiri. Mendengar berita tersebut, Merida sangat marah
dan bertengkar hebat dengan ibu-nya, yang kemudian membuat Merida nekad
melarikan diri dari kerajaan DunBroch. Namun, ia tidak tahu bahwa
pelariannya itu justru memicu bencana yang akan berbuntut pada
kehancurkan keempat kerajaan tersebut.
Seperti
biasa, kualitas grafis animasi keluaran Pixar selalu meningkat tiap
tahunnya, dan tidak terkecuali film Brave. Mulai dari rambut orange
Merida, pemandangan scotland, tekstur animasi, hingga permainan
warnanya, semua bisa ter-render dengan amat baik di layar bioskop. Hal
ini tentu berkat dukungan hasil riset mendalam yang dilakukan oleh para
kru - kru Pixar. Jajaran cast pengisi suaranya sebagian besar adalah
kelahiran Scotland, sehingga mereka tidak kesulitan untuk menghidupkan
karakternya dengan logat Scottish mereka yang ear-catching (istilah
baru?). Dan untuk musik, Pixar mempercayakannya ke tangan Patrick Doyle
yang juga kelahiran Scotland, daripada menggunakan Randy Newman ataupun
Michael Giacchino yang merupakan komposer langganan mereka. Hasilnya
cukup bagus, walau tidak se-memorable karya Giacchino dan Newman.
Sementara
itu, dari segi alur cerita, Brave tidak begitu berhasil menghadirkan
sesuatu yang belum pernah kita lihat sebelumnya. Konflik antara Merida
dengan orang tua-nya, ataupun penokohan tiap karakternya juga sering
diangkat, tidak hanya dalam bentuk film animasi, tetapi juga film - film
drama remaja kebanyakan. Belum lagi, absennya tokoh antagonis dalam
film ini agaknya cukup mengurangi greget dan bisa dibilang sangat jarang
untuk sebuah film animasi, terutama yang big budget seperti film ini.
Tetapi
untungnya, Pixar berhasil me-recycle formula usang tersebut menjadi
sebuah narasi yang kualitasnya layak untuk diacungi jempol dan sangat
enjoyable dari awal hingga akhir. Pengembangan ceritanya terus meningkat
seiring bergulirnya durasi dengan berbagai bumbu misteri, adegan aksi
yang mendebarkan, twist serta elemen fantasi yang kesemuanya sukses
dicampur - aduk dengan baik, tanpa harus melupakan selipan nilai moral,
humor - humor (yang sayangnya terlalu vulgar untuk film anak - anak) dan
juga beberapa adegan menyentuh yang sama sekali tidak dibuat
berlebihan. Meski terlihat cukup kompleks, anak - anak sepertinya tidak
terlalu kesulitan untuk memetik nilai moral dan mencerna keseluruhan
kisahnya. Sedangkan para remaja dan orang tua, akan cukup terkejut
dengan pengembangan ceritanya yang tidak se-sederhana seperti dalam
trailernya.
Overall,
Brave memang tidak berhasil mencapai standard ‘luar biasa’ film - film
masterpiece Pixar lainnya meski ia memiliki potensi, but it’s still a
very good one. Mari kita semua berharap Monsters University bisa
melebihi ekspetasi para cinephiles tahun depan.
No comments:
Post a Comment