Thursday, October 31, 2019

Ayat-ayat cinta

Ayat-Ayat Cinta (Sebuah Resensi)

Hari ini entah mengapa kondisi tubuh masih terus naik dan turun. Malah siang hari sempat tertidur sejenak di ruang kerja karena perasaan pusing yang kelewat kuat.
Akhirnya pukul setengah 5, udah mulai tidak kuat dan akhirnya segera meninggalkan kantor. Kebetulan si ncuy juga “kena racun”, jadinya balik cepat…hehehe…
Namun…sambil berjalan menuju lift, kok tiba-tiba ada pikiran lain yah…kepikir untuk sedikit bersantai nonton film. Bolak-balik diskusi dengan ncuy, disepakati untuk nonton aja di Plaza Senayan, mumpung dekat dari kantor. Jadilah berjalan berdua ke Studio 21 Plaza Senayan.
Karena benar-benar tanpa perencanaan, di depan kasir masih bolak-balik diskusi, film mana saja yang akan ditonton. Akhirnya “Ayat-ayat Cinta” yang terpilih, dengan alasan sederhana..”waktunya paling dekat dengan jam nonton”
Sekilas info, novel Ayat-ayat cinta ini belum pernah saya baca, jadi pemikiran masih jernih dan tidak terkontaminasi dengan jalan ceritanya. Soalnya beberapa orang yang sudah membaca novelnya mengaku “kecewa” karena karakter yang ada di novel tidak terlalu mirip dengan film-nya.
Film dibuka dengan adegan seorang mahasiswa tingkat akhir dari Indonesia yang kuliah di Universitas Al Azhar di Mesir bernama Fahri yang kebingungan karena komputernya rusak. Akhirnya dengan kebingungan dia meminta bantuan teman kuliahnya yang tinggal satu lantai diatasnya. Teman kuliah Fahri adalah seorang wanita yang bernama Maria, yang kebetulan beragama Kristen. Rupanya, diam-diam Maria mengagumi Fahri dan mulai mencintainya. Namun, kekaguman itu hanya diwujudkan dengan menulis pada diary dan selalu menyempatkan diri untuk memberikan jus mangga dan kue bolu kepada Fahri, utamanya kalau Fahri keasyikan belajar hingga lupa makan.
Dilain pihak, seorang rekan kuliah Fahri, yang merupakan anak seorang kyai terkenal, juga diam-diam menaruh hati kepadanya. Gadis ini bernama Nurul.
Wanita ketiga yang berkaitan dengan Fahri adalah Noura, yang merupakan tetangga Fahri namun mengalami nasib yang cukup menyedihkan. Dimana selalu memperoleh perlakukan buruk dari ayahnya.
Pada satu ketika, Noura ini disiksa oleh ayahnya dan disuruh tidur di luar. Karena tidak tahan, Fahri segera menelepon Maria dan meminta Maria menyelamatkan Noura dengan meminta Noura tidur di kamar Maria. Pada subuh hari, Fahri, Maria dan Noura ke rumah Nurul dan meminta agar Noura untuk sementara tinggal di rumah Nurul. Rupanya, Noura ini bukan anak kandung dari Bapaknya selama ini, dia adalah anak pungut. Dengan bantuan teman Fahri, Noura dapat dipertemukan dengan orang tua kandungnya. Pada acara syukuran, Noura jatuh hati kepada Fahri dan menyerahkan surat cinta kepada Fahri.
Wanita keempat adalah Aisha, seorang warganegara Jerman yang memeluk agama Islam dan bercadar. Pertemuan antara Fahri dengan Aisha dimulai dengan sebuah insiden di atas kereta api, dimana Fahri membela 2 orang warganegara Amerika yang memperoleh diskriminasi dari orang Arab yang mencoba untuk menghina mereka dengan ucapan Kafir dan lain-lain. Disini terjadi dialog yang cukup “indah”, dimana dengan fasih, Fahri menjabarkan ajaran Islam sebagai “Rahmatan lil Alamin.” Sayangnya, orang Arab tersebut tidak menerima dan memukul Fahri.
Pertemuan berikutnya antara Fahri dengan Aisha adalah saat Aisha menemani orang Amerika itu yang ternyata adalah wartawan yang sedang meneliti tentang Islam, dimana Fahri menjelaskan beberapa pertanyaan yang diajukan. Termasuk di dalamnya pertanyaan mengenai peranan wanita dalam Islam. Dimana Islam dalam keseharian itu menjunjung tinggi wanita. Dan pada saat wartawati itu menanyakan “mengapa Islam membolehkan suami memukul istrinya, bukankan itu membolehkan kekerasan dalam rumah tangga ?”
Fahri lalu menjawab, “memang dalam Surah An-Nisa hal itu disampaikan, namun ditegaskan bahwa hal tersebut dilakukan dengan syarat-syarat yang ketat, yaitu pelanggaran yang dilakukan sudah sangat parah dan dilaksanakan dengan 3 tingkatan, yaitu pertama adalah nasehat, kedua adalah teguran dan ketiga baru dengan pukulan. Pukulan juga tidak boleh ke arah muka dan tidak bertujuan untuk menyakiti.”
Dari pertemuan inilah, Aisha semakin tertarik dengan Fahri.
Di lain pihak, guru Fahri selalu mendesak Fahri untuk segera menikah dan pada akhirnya menyarankan “Ta’aruf” dengan seorang gadis yang ia pilihkan untuk Fahri.
Dengan hati berdebar, akhirnya Fahri setuju dengan permintaan gurunya dan akhirnya dipertemukan dengan wanita yang dicalonkan untuknya.
Rupanya….wanita tersebut adalah….Aisha….
Pernihakan segera dilaksanakan, dan hiduplah mereka dengan bahagia…………..
Pernihakan Fahri dengan Aisha
Loh…apakah selesai…belummmmmmmmmmm….ini masih 1/3 cerita….
Dengan pernikahan Fahri dengan Aisha, maka hancurlah hati 3 wanita lainnya…
Nurul patah hati dengan menangis sejadi-jadinya…Maria yang sewaktu Fahri menikah sedang ke luar kota, setelah kembali dan mengetahui Fahri telah menikah mengalami depresi berat, sehingga Jantungnya terganggu dan darah mengalir dari hidungnya. Terlebih lagi, dia mengalami tabrak lari….Noura yang mengetahui berita tersebut menjadi amat sakit hati dan merencanakan hal yang buruk terhadap Fahri…
Setelah 1 bulan, maka badai mulai mendatangi pernikahan Fahri, dimana Aisha dihinggapi rasa cemburu dengan Maria dan Nurul dan yang terparah adalah ditangkapnya Fahri dengan tuduhan pemerkosaan terhadap Noura…
Di dalam penjara, ada sebuah dialog yang luar biasa dahsyat bagi saya…yaitu sebuah nasehat yang diberikan oleh seorang penghuni penjara yang menceritakan kisah Nabi Yusuf dan Zulaikha. Pada nasehat ini, bergetar rasanya hati dan air mata menggenang… (mau tau nasehatnya, silakan nonton yah..  )
Dilain pihak, perjuangan Aisha untuk membebaskan suaminya juga menggetarkan hati. Termasuk ketika hendak menemuni Maria yamg merupakan saksi kunci kejadian tersebut. Namun, Maria mengalami koma yang diakibatkan Depresi berat karena ditinggal Fahri. Salah satu pengorbanan yang “luar biasa” adalah sewaktu Aisha memaksa Fahri menikahi Maria, karena Maria baru bisa sembuh apabila bertemu dengan Fahri. Kisah-kisah Aisha ini juga cukup memancing kesedihan, diperkuat dengan alasan-alasan yang amat rasional dan menggugah hati. Alangkah sedihnya seorang istri saat suaminya akad nikah dengan wanita lain di depannya…
Dengan hadirnya saksi kunci, yaitu Maria, walaupun di atas kursi roda, mematahkan tuduhan Noura, dan malah membuka informasi lainnya, bahwa ada orang lain yang memperkosa dia, bukannya Fahri, seperti yang dituduhkan…
Akhirnya Fahri bebas dari segala tuduhan dan dapat menghirup kebebasan lagi….
Nah…akhirnya selesai juga….eh..belummmmmmmm…ini masih 2/3 film
Cerita beralih saat Fahri mulai merajut kehidupan bersama kedua istrinya. Diperlihatkan bahwa memiliki 2 orang istri tidak seindah yang dibayangkan. Yang tersulit adalah bersifat “adil”
Saat-saat tertentu, terajut kecemburuan diantara istri-istri Fahri yang semakin lama semakin menggumpal, dimana memuncak dengan kepergian Aisha dari rumah.
Dalam salah satu perenungannya, akhirnya Fahri memperoleh pencerahan, bahwa yang hilang dari dirinya adalah rasa “ikhlas.” Hilangnya rasa itulah yang menyebabkan dia sulit untuk memberi rasa “adil” kepada kedua istrinya. Dengan rasa itulah akhirnya mereka berkumpul kembali.
Cerita kemudian berputar saat Fahri dan istrinya bersantai. Dimana Aisha mengalami kejang perut dan Maria mengalami pendarahan pada hidungnya yang diakibatkan penyakit Jantung yang dia derita.
Di akhir dihidupnya, Maria mengucapkan sebuah kalimat, “Akhirnya saya tahu bahwa cinta dan memiliki itu dua hal yang berbeda…”
Waduh…sedih bener adegan disini…se-bioskop pada sepi, cuman diselingi isak tangis sana-sini…
Apalagi sewaktu Maria minta shalat bersama…dan akhirnya pergi dalam kondisi shalat…

Inilah akhir film Ayat-ayat cinta…dan hanya film ini yang saya saksikan sendiri, setelah lampu menyala, semua penonton bertepuk tangan….
Kesimpulannya…kalau 20 jari saya jempol semua…saya acungkan semua deh

No comments:

Post a Comment