Wednesday, October 23, 2019

Oz The Great And Powerful

OZ THE GREAT AND POWERFUL (2013)


Pembuatan film ini jelas sebuah keputusan yang begitu berani jika tidak boleh dikatakan lancang. Pembuatan sekuel, prekuel, remake hingga reboot memang sudah jadi hal yang begitu wajar dilakukan oleh Hollywood sekarang ini, namun tetap saja ada karya-karya klasik nan legendaris yang sudah seharusnya tidak diutak-atik lagi. Film The Wizard of Oz yang dirilis tahun 1939 adalah satu dari beberapa film yang masuk kategori klasik tersebut. Dengan bujet $215 juta jelas menjadikan Oz the Great and Powerful sebagai pertaruhan besar, karena bisa saja film ini menjadi sebuah kegagalan total baik dari segi kualitas maupun komersil. Kejutan kembali terjadi saat Sam Raimi ditunjuk sebagai sutradara. Meskipun sudah melakukan berbagai lintas genre mulai dari film superhero (trilogi Spider-Man) hingga drama dalam For Love of the Game tetap saja nama Raimi lebih identik dengan film horror. Maka dari itu keputusannya untuk menyutradari sebuah film fantasi yang lebih punya tone cerah cukup mengejutkan. Cerita dalam film ini sendiri adalah prekuel tidak langsung dari film klasiknya dan ber-setting sekitar 20 tahun sebelum kedatangan Dorothy ke Oz.
Oscar "Oz" Diggs (James Franco) adalah seorang pesulap yang hidup bersama sebuah kelompok sirkus. Saat tengah mengadakan pertunjukkan di Kansas dia terlibat masalah dengan anggota sirkus lain akibat sifatnya yang sering bermain-main dengan wanita. Oz pun menaiki balon udara untuk kabur. Namun di tengah perjalanan ia terjebak dalam sebuah tornado dahsyat dan begitu terbangun ia sudah tiba d Oz, sebuah negeri misterius namun juga indah layaknya di negeri dongeng. Disana, Oz bertemu dengan seorang penyihir bernama Theodora (Mila Kunis) yang memberitahukan tentang sebuah ramalan mengenai kemunculan seorang penyihir bernama Oz yang akan menyelamatkan negeri tersebut dari kekuasaan sang penyihir jahat. Tanpa pikir panjang Oz langsung membenarkan bahwa dirinya memang benar penyihir yang ada dalam ramalan. Theodora yang perlahan mulai jatuh cinta pada Oz membawa Oz untuk bertemu dengan kakaknya, Evanora (Rachel Weisz) yang juga merupakan satu dari tiga penyihir wanita di Oz. Oz pun diminta untuk megakhiri kekuasaan sang penyihir jahat yang belakangan diketahui adalah Glinda (Michelle Williams). Namun dalam perjalanannya Oz tidak sendiri dimana ia juga ditemani oleh seekor monyet terbang yang bisa bicara dan sebuah boneka keramik berwujud gadis cilik.

Oz the Great and Powerful punya begitu banyak referensi yang juga sebagai bentuk homage bagi film The Wizard of Oz. Bagi anda yang sudah menonton film klasik tersebut pasti akan dengan mudah menemukan homage yang bertebaran tersebut. Paruh awal kurang lebih 20 menit pertama film ini dikemas layaknya The Wizard of Oz dimana gambarnya memakai rasio berukuran 4:3 lengkap dengan warna hitam putih sebelum kembali memakai format widescreen penuh warna saat film sudah berlokasi di Oz. Hal ini sama dengan film lamanya dimana saat Dorothy masih berada di Kansas film memakai warna hitam putih sebelum kemudian menjadi berwarna saat ia tiba di Oz. Pengemasan ini tidak hanya memberikan homage saja tapi juga membuat penonton secara tidak sadar akan makin terpukau saat mulai memasuki negeri Oz setelah sebelumnya disuguhi gambar hitam putih dengan rasio gambar berukuran kecil. Berbagai referensi lain yang berkaitan dengan jalan cerita juga turut muncul di film ini dan akan membuat penonton yang sudah menonton The Wizard of Oz pasti akan terhibur dengan berbagai referensi tersebut bahkan mungkin akan tertantang untuk terus menemukan hal-hal yang menghubungkan film ini dengan pendahulunya tersebut. 

Diluar segala referensi tersebut, Oz the Great and Powerful punya cerita yang bisa dibilang sederhana. Jika Dorothy melakukan perjalanan untuk kemudian menemukan kekuatan dalam dirinya, maka film ini adalah kisah tentang seorang pria egois yang menemukan kebaikan dalam dirinya meski hal itu tidak ia sadari dan tidak berusaha ia cari sebelumnya. Singkatnya ini adalah sebuah kisah zero-to-hero yang standar tanpa menawarkan perubahan berarti, bahkan twist yang diberikan pun bukan sebuah hal yang mengejutkan meski saya sendiri tidak yakin hal itu dimaksudkan memang untuk menjadi sebuah kejutan. Tapi disamping kisahnya yang tidak menawarkan inovasi, film ini tertolong oleh berbagai momen komediknya yang begitu efektif untuk memancing tawa. Kemunculan karakter Finley si monyet terbang adalah salah satu pemancing tawa terbanyak di film ini. Berbagai dialog juga dengan cukup cerdas mampu memberikan humor yang efektif memancing tawa. 
Oz the Great and Powerful juga cukup sering dibandingkan dengan Alice in Wonderland milik Burton karena aspek visualnya dalam memvisualisasikan dunia Oz. Film ini memang penuh dengan warna yang cerah lengkap dengan berbagai macam tumbuhan ataupun hewan-hewan unik yang membuat visualnya menjadi semakin berwarna. Tapi sebenarnya saya tidak merasakan polesan visual dari CGI film ini sebagai hal yang spesial karena tipikal dunianya tidak jauh beda dengan apa yang terliaht di Alice in Wonderland, bahkan di beberapa bagian CGI-nya tidak selaras dengan para pemainnya dan masih terlihat kasar. Untungnya film ini dibalut dengan efek 3D yang cukup memukau. Aspek 3D tersebut membuat pemandangan yang ditampilkan memiliki kedalaman yang baik, warna yang cerah dan terpenting momen dimana objek nampak keluar dari layar muncul dengan meyakinkan. Sebuah adegan dimana Oscar baru tiba di negeri Oz dan harus berjuang melewati sebuah air terjun menjadi terasa menegangkan berkat polesan 3D yang bagus. 

Jika bicara tentang deretan pemainnya, film ini punya nama-nama yang menjanjikan. James Franco muncul sebagai pemeran utama menggantikan Johnny Depp dan Robert Downey Jr. yang sebelumnya adalah pilihan pertama. Performanya disini saya yakin akan memecah pendapat orang menjadi dua kubu. Franco sendiri sebenarnya tidaklah terlalu buruk sebagai sosok Oz yang egois, womanizer dan punya beberapa momen sekaligus line komedi. Namun dia kurang memiliki kharisma sebagai seorang leading man. Tapi bagi saya memang seperti itulah sosok Oz. Dia bukan pria dengan wibawa karena sebenarnya ia hanya seorang penipu yang egois, tapi secara perlahan mulai menemukan kebaikan dalam hatinya. Banyak orang mungkin akan lebih memilih Downey Jr. tapi melihat sosok Downey Jr. yang terasa terlalu tua saya tetap lebih memilih James Franco. Depp? Saya masih merasa bosan jika harus melihatnya bermain dalam peran seperti sosok Oz. Sedangkan untuk ketiga penyihir wanita yang ada memang tidak menampilkan akting yang bisa dibilang sangat bagus akibat karakterisasinya memang tidak ditampilkan mendalam. Namun saya menyukai Michelle Williams yang begitu pas sebagai sosok penyihir baik hati dan saya tidak bisa membayangkan aktris lain menggantikannya dalam peran tersebut. Tapi diluar itu ketiganya sanggup memperlihatkan sosok penyihir wanita yang cantik dan begitu menggoda, membuat saya melupakan kekurangan akting maupun karakterisasinya. 

Visual yang berwarna dibalut dengan aspek 3D yang memukau membuat film ini menjadi sajian visual yang memuaskan. Ceritanya sederhana dan dibalut komedi yang efektif juga membuat Oz the Great and Powerful menjadi sebuah hiburan yang menyenangkan untuk ditonton secara santai sebagai sebuah film ringan nan menghibur. Namun sayangnya plot yang ditawarkan seringkali terasa sedikit kacau dan cukup terburu-buru. Ambil contoh disaat salah Theodora berbalik menjadi membenci Oz, hal tersebut terasa terlalu cepat terjadi. Terasa tidak logis disaat seorang yang tadinya begitu mencintai negerinya berubah 180 derajat dengan begitu cepatnya. Karena perasaannya disakiti? Saya rasa itu sebuah transformasi yang terlalu terburu-buru dan terlalu menggampangkan. Diluar contoh tersebut masih ada beberapa plot hole lainnya yang biar bagaimanapun terasa mengganggu bagi saya. Tapi lagi-lagi Oz the Great and Powerful beruntung punya kelebihan di aspek lainnya seperti visual, tiga pemeran wanitanya yang begitu menggoda, serta sentuhan humor yang berhasil menjadikan film ini sebagai hiburan yang menyenangkan meski cukup kacau jika bicara masalah plot. 

No comments:

Post a Comment