Friday, December 6, 2019

The 5th Wave

The 5th Wave Review

“We’re never so vulnerable than when we trust someone.”

The5thWave-Poster


Rada ngepas sama judul, The 5th Wave hadir sebagai gelombang berikutnya dari film novel remaja, yang sayangnya gak bakalan jadi yang terakhir. Tamat satu, tumbuh seribu. Film-film adaptasi dari novel Young Adult akan tetap diproduksi oleh Hollywood sebagai sapi perah, enggak peduli betapapun film jenis ini lebih banyak gagalnya ketimbang berhasil. Mengikuti jejak Jennifer Lawrence dan Shailene Woodley, Chloe Grace Moretz pun bakal mengukuhkan diri jadi heroine dalam petualangan berbalut kisah cinta anak baru gede.
Sudah rahasia umum kalo cewek ini piawai banget mainin berbagai macam tipe karakter. She’s really convincing dalam setiap peran yang dia mainkan. Makanya adek kece ini, sekali lagi, berhasil masuk nominasi Unyu op the Year (My Dirt Sheet Awards KELIMA , segera!) Tak terkecuali dalam film The 5th Wave. Malahan – dan aku bukannya mau fanboying her habis-habisan – CHLOE GRACE SATU-SATUNYA ALASAN FILM INI LAYAK UNTUK KITA BERTAHAN TONTON SAMPAI HABIS.
Chloe kebagian peran sebagai Cassie Sullivan. Dalam ADEGAN PEMBUKA YANG MERUPAKAN BAGIAN TERBAIK DARI KESELURUHAN FILM, kita lihat Cassie berlari panik melintasi hutan. Senapan yang disandangnya berayun-ayun liar. Saat itu kita belum tahu, ia lari dari apa, darimana dia dapat senjata api. Lalu Cassie sampai di swalayan yang kosong, dan di dalam dia bertemu dengan seorang pria yang memintanya untuk menurunkan senjata. Penampilan amazing Chloe Moretz langsung keluar saat kita dengan segera mengerti kebingungan yang terpancar di wajahnya. Jelas, dia tahu dia tidak bisa percaya kepada siapa-siapa, namun pria tersebut sedang terluka dan butuh pertolongan. Ekspresi Cassie menceritakan dengan tepat dilema moral yang sedang dialaminya, terlebih pada penghujung adegan ini. Ketakutan, ketidakpercayaan, dia vulnerable, tapi tangguh, apalagi saat adegan kakinya ketembak dan ia harus berlari menyeret kakinya yang luka, kesakitan, semua bisa yang Cassie rasakan turut kita rasakan jua berkat penampilan akting Chloe yang natural.
Setengah bagian film ini lumayan menarik. Cukup ‘keras’. Aku suka bagaimana mereka membuat Cassie harus berjuang seorang diri. Semua yang ia cintai direnggut oleh alien. Cassie tidak bisa kembali ke kehidupan remaja yang normal. Malahan dia harus berjuang mati-matian mencari keberadaan adik semata wayangnya.
Wait. What alien?
Oke, sebaiknya aku jelasin dulu duduk ceritanya.
Dunia tempat tinggal Cassie mendapat kunjungan dari benda asing gede banget yang tergantung diam di langit. Dipercaya sebagai makhluk luar angkasa, penduduk menyebutnya ‘The Other’. Segera saja kelihatan kalo The Others ini enggak bermaksud baik. Mereka ‘menyerang’ manusia dengan rentetan gelombang, yang sekuen adegannya actually diceritakan dengan baik. Kita peduli dan, aku merasa sedikit ngeri. Gelombang pertama serangan; mereka melumpuhkan semua gelombang elektromagnetik di Bumi, melumpuhkan semua mesin dan teknologi. Kedua, mereka meluluhlantakkan planet dengan gempa yang disusul gelombang tsunami. Belum cukup, virus burung yang sangat mematikan datang sebagai gelombang ketiga. Dan untuk gelombang keempat:
ganti Yeerk dengan Others, dan kalikan ukuran cacing pita seratus kali
ganti Yeerk dengan Other, dan kalikan ukuran cacing pita nya sekitar seratus kali

Mulai dari sini, ketertarikanku menonton semakin berkurang. Setelah adegan pembuka yang sangat kuat, sejauh ini apa yang disuguhkan semuanya sudah pernah kulihat dengan mataku. Tidak ada adegan yang benar-benar baru. Independence Day, Divergent, Full Metal Jacket, The Hunger Games, Twilight, The Maze Runners, The Host, ide cerita tidak bisa menjadi lebih tidak original lagi buat film ini. Dan gelombang keempat might very well be the last straw for me. Premis nya sama dengan buku anak-anak favoritku, Animorphs. Serial sci-fi yang terbit tahun 90an itu menceritakan tentang bangsa alien seperti siput yang menjajah manusia dengan masuk ke dalam otak dan mengambil alih kendali induk semangnya tersebut. Film The 5th Wave, sesuai dengan novelnya, juga begitu, pada akhirnya Cassie (nama tokohnya juga sama!) dan umat manusia harus melawan musuh yang mereka tidak bisa tahu pasti, mana yang musuh atau bukan. Melawan musuh yang mengendalikan bisa siapa saja. Namun menjelang akhir, although it is not fair comparing a movie with another book, kekesalanku mereda karena kesamaan kedua seri ini menjadi berkurang. The 5th Wave mengambil langkah muter yang menyebabkan narasinya menjadi lebih bego dari cerita Animorphs yang ditujukan untuk anak-anak tersebut haha!
Memutuskan untuk masukin semacam kisah cinta segitiga, The 5th Wave jadi tidak pernah bisa bangkit menjadi sekuat paruh awal. It was really dumbing down the whole movie. Dan memang tidak pernah pintar sedari awal. Banyak bagian cerita yang ditulis dengan lemah sehingga membuat twist yang ada menjadi mudah untuk ditebak. Padahal TWISTNYA ADA DUA!
Seperti yang dibilang oleh filmnya sendiri, belokan cerita tersebut digunakan untuk menipu anak kecil, jadi kalo kalian sempat dibuat takjub sama revealing yang menyangkut pasukan anak-anak, well I’m afraid I’ve got some bad news for you.

Film ini berusaha membicarakan tentang kepercayaan, seperti Cassie yang tadinya yakin bahwa dirinya seoranglah manusia yang tersisa. Gelombang-gelombang kejadian membuatnya mempertanyakan her belief on others, terutama sejak gelombang keempat saat ia mempercayakan keselamatan keluarganya kepada tentara. Hasilnya? Cassie pikir dia lebih kuat dengan cukup percaya kepada dirinya sendiri. Berulang kali dia diuji entah itu harus percaya kepada Evan ataupun kepada pria di awal cerita. Namun FILM INI SENDIRI TIDAK BERHASIL MEMBUAT KITA PERCAYA ATAS APA YANG BERUSAHA UNTUK DISAMPAIKANNYA. Kita tidak pernah benar-benar merasakan dunia tempat tinggal Cassie berada dalam bahaya serius karena semua gak kerasa real. Intens nya ga dapet. The 5th Wave juga kurang memperhatikan detil. Contohnya Cassie yang meski dalam pelarian, ia tinggal di hutan, dalam dunia setengah kiamat tanpa listrik, tetap terlihat kinclong kayak Gadis Sampul yang lagi meet-n-greet
halo semuaa namaku Cassie, salam kenal yaaa
“halo semuaa namaku Cassie Sullivan, panggil aja ‘Bae’. Salam kenal yaaa”

Efek CGI nya bagus tapi enggak meyakinkan pada beberapa adegan. Tsunami, misalnya. Kontras antara air dan pohon yang dipanjat oleh Cassie dan adiknya enggak mulus-mulus amat. Porsi aksinya pun berujung hampa, tiada lagi stake yang bikin kita cemas. Kita melihat film ini dari sudut pandang anak-anak remaja yang terpaksa jadi tentara, terpaksa masuk ke medan perang. Namun pengembangannya sama sekali enggak respek sama remaja. Membuat kita heran benarkah filmmaker menganggap anak abg sebego itu? Batal jadi cerita perang dengan konflik cerdas, direksi The 5th Wave tak punya passion kecuali untuk mengeksploit hormon remaja saja.
Karakter-karakternya enggak punya plot dan hanya sebatas stereotype. Total waste of Maika Monroe’s talent yang sebelumnya main bagus banget di horor It Follows. Karakter Ringe jatohnya seperti dipaksakan. Sedangkan buat dua pemeran tokoh cowok love-interest Cassie, yah, mereka bisa digantikan siapa saja, kalo di Indonesia pastilah cowok berdua itu sudah sukses jadi bintang FTV. Soalnya pas aku nonton film ini, ada cukup banyak reaksi cheers dari penonton dewasa. I was like, “wow, orang-orang di sini really enjoyed that, huh?!”
oh well, sepertinya aku lah yang alien di sini

Moral dilema dan krisis kepercayaan tidak pernah digali lebih dalam lagi sampai kredit penutup bergulir. Hanya adegan penyelamatan standar yang membungkus presentasi. Dan juga sepertinya para filmmakernya enggak bisa netapin tentang siapa The Others Apakah mereka benar adalah alien yang mengambil alih manusia atau alien yang menyamar jadi manusia, it’s not really clear, dan jangan tanya soal main villainnya! film ini terlalu ‘sok simpan-buat-sekuel-nanti.’


Berjuang demi kemanusiaan dan kewarasan, hanya saja kita penontonlah yang harus berjuang ketika menyaksikan karangan Rick Yancey ini. Menonton ini persis kayak kita dihantam oleh gelombang cerita dari film-film lain yang datang silih berganti. Jelas, film ini jauh sekali dari kata original. Ini adalah film tentang trust yang can not be trusted. Bagian yang paling parah adalah, aku terpaksa harus nonton entah berapa sekuel lagi demi Chloe Grace Moretz. The Palace of Wisdom gives 5 out of 10 gold stars for THE 5TH WAVE.

No comments:

Post a Comment