Friday, December 6, 2019

Sunshine Becomes You

Resensi Film: Sunshine Becomes You (2015)

Buat review film indonesia, harus menurunkan standar. Tapi tetap saja, kalau mau dinilai jujur, “Sunshine Becomes You” ini durasi filmnya kelamaan, dialognya kepanjangan, editing filmnya maksa, dan castingnya parah.
Ceritanya sendiri diadaptasi dari novel Ilana Tan berjudul sama. Setting lokasi di New York, diceritakan Ray Hirano (Boy William), seorang dancer keturunan Indonesia-Jepang sedang naksir Mia Clark (Nabila JKT48), anak adopsi dari pasangan Indonesia-Amerika. Tak sengaja, Mia justru menabrak Alex Hirano (Herjunot Ali), kakak dari Ray yang terkenal killer dan perfeksionis, dan mematahkan tangannya (tapi di dalam salah satu dialog sempat terucap “terkilir” — entah yang mana yang benar, Pak Sutradara?); padahal Alex adalah seorang pianis kelas dunia. Mia merasa harus bertanggung-jawab dan menjadi asisten Alex yang mengurus semua kebutuhan. Lanjutannya? Bisa ditebak, terjadi love-triangle.

Ternyata kisah pasangan yang dipisahkan oleh maut, karena salah satunya sakit; masih menjadi cerita yang laris untuk terus dijadikan bahan. Kali ini, Mia yang top dancer lulusan Julliard, mengidap sakit jantung; dan tentu saja pada akhirnya mati; meninggalkan Alex yang menulis lagu untuk Mia.
Secara segi cerita, layaknya novel-novel drama picisan, sudah pasti ceritanya mudah ditebak. Tapi novel Ilana Tan mungkin memiliki kekuatan karena “untuk dibaca”, sementara dalam film ini, naskahnya menjadi terlalu membosankan karena bertele-tele. Belum lagi karena para pemerannya seperti sedang memuntahkan hafalan mereka dalam kalimat-kalimat panjang. Tidak dibantu juga dengan editing film yang maksa, berusaha keras meyakinkan penonton bahwa semuanya terjadi di New York. Juga adegan bermain piano, semuanya pasti tahu kalau Herjunot Ali tidak benar-benar bermain piano, apalagi ada sound yang berbeda dari apa yang kelihatan di layar. Belum lagi tiap scene yang seharusnya romantis, tapi malah menjadi monoton.
Yang paling parah dari semuanya justru adalah casting pemeran wanita. Jika kita bicara tentang dancer, apalagi lulusan terbaik dari Julliard, sudah pasti bisa dibayangkan kalau ia adalah wanita yang pasti berlatih setiap saat setiap waktu; dan memiliki postur tubuh seorang penari. Well, bukan menghina Nabilah JKT48, karena pasti ia sudah berusaha keras, tapi jelas ia secara fisik tidak cocok memerankan tokoh tsb; jadi salah siapa? Mungkin ia akan bagus memerankan tokoh lain, tapi tidak sebagai penari profesional. Bahkan tariannya tidak cukup bagus. Sorry to say, saya sudah pernah melihat banyak penari Indonesia yang menari JAUH lebih bagus daripada di film ini (yang katanya lulusan Juliard). Menurut saya, jika ingin membuat film yang tokohnya adalah seniman (penari, pemusik, pelukis, dsb); seharusnya cast juga dipilih yang benar-benar MAMPU berakting sesuai tuntutan. Termasuk yang editing video-sound, harus PAHAM tuts apa yang bunyi jika dipencet di piano.

No comments:

Post a Comment